OTT Adalah Keharusan Bukan Opsi, Pukat UGM Sebut Ucapan Luhut Sangat Kontraproduktif dengan Upaya Pemberantasan Korupsi

Rabu, 21 Desember 2022 | 13:59 WIB
OTT Adalah Keharusan Bukan Opsi, Pukat UGM Sebut Ucapan Luhut Sangat Kontraproduktif dengan Upaya Pemberantasan Korupsi
OTT Bukan Opsi Tapi Keharusan, Ucapan Luhut Kontraproduktif dengan Upaya Pemberantasan Korupsi. (Instagram/luhut.pandjaitan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut operasi tangkap tangan (OTT) hanya membuat jelek Indonesia dianggap sebagai pernyataan yang kontraproduktif. Khususnya, dalam upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman berpendapat, OTT adalah sebuah keharusan jika memang sudah terjadi tindak pidana korupsi. Artinya, antara penindakan dan pencegahan adalah sesuatu yang berjalan bersamaan bak dua sisi mata uang dalam satu keping.

"Pernyataan ini tidak tepat dan punya nada yang kontraproduktif dalam pemberantasan korupsi. Karena OTT itu merupakan satu keharusan jika telah terjadi tindak pidana. Artinya OTT itu bukan merupakan opsi. Tetapi OTT itu merupakan keharusan," kata Zaenur kepada Suara.com, Rabu (21/12/2022).

OTT, jelas Zaenur merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh para aparat penegak hukum atas terjadinya tindak pidana. Tujuannya, untuk menegakkan keadilan karena telah terjadi tindak pidana. 

Baca Juga: Luhut Bilang OTT Melulu Tidak Baik, Novel Baswedan: Justru Pelemahan Pemberantasan Korupsi yang Tidak Baik!

Zaenur juga menyebut kalau OTT mempunyai tujuan menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun pihak lain yang melakukan tindak pidana korupsi. Dalam konteks ini, rangkaian OTT juga bertujuan mengembalikan kerugian negara apabila korupsi yang dilakukan mengakibatkan dampak materill.

"OTT tidak bisa dilawan dengan pencegahan. OTT itu satu-satunya keharusan yang dilakukan aparat penegak hukum jika telah terjadi tindak pidana," jelas Zaenur.

Pernyataan Luhut terkait digitalisasi di berbagai sektor dalam upaya pencegahan korupsi, beber Zaenur, adalah terobosan yang baik. Namun, upaya itu tidak harus dilakukan dengan meniadakan OTT.

Hanya saja, pada kenyataannya praktik tindak pidana korupsi masih kerap terjadi. Contoh yang paling mendasar adalah praktik suap.

"Tapi masih terjadi tindak pidana. Nah sudah ada perbaikan sistem, digitalisasi, contohnya OSS, pengadaan barang dan jasa, itu kan digitalisasi, tapi masih terus terjadi suap," papar dia.

Baca Juga: Kritik Telak Ucapan Luhut, Novel Baswedan : OTT Bisa Sasar Pejabat Siapa Saja, Kalau Tertangkap Sulit Ditolong

Zaenur menambahkan, upaya penindakan adalah sebuah keharusan yang tetap dijalankan dalam kerangka senjakala korupsi di tengah perbaikan sistem yang saat ini berjalan.

"Oleh karena itu, jika perbaikan sistem sudah dilakukan dan lain sebagainya, masih terjadi tindak pidana, mau tidak mau satu-satunya harus dilakukan penindakan. Itu keharusan."

OTT Bikin Negara Jelek

Sebelumnya, Luhut menyatakan OTT yang sering dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak baik bagi Indonesia. Menurutnya, digitalisasi di berbagai sektor harus dilakukan dan KPK tidak perlu lagi melakukan OTT.

"Bukan jelek, ya jelek buat kita dong, karena kita bikin peluang ada OTT, kalau semua udah digitalize kan enggak mungkin lagi ada OTT, bagus kan,”  kata Luhut kepada wartawan pada Selasa (20/12/2022) kemarin.

Dalam sambutannya ketika menghadiri Peluncuran Aksi Pemcegahan Korupsi 2023-2024 yang diadakan KPK bersama sejumlah kementerian-lembaga di kawasan Jakarta Pusat, Luhut mengemukan dampak positif dari digitalisasi. 

Salah satunya sudah terdapat 14 pelabuhan di Indonesia yang tergiditalisasi. Ditargetkan, selanjutnya harus ada 149 pelabuhan kecil terdigitalisasi.

Luhut juga memaparkan terkait E-Katalog yang merupakan salah satu contoh dari digitalisasi. Dia menyebut, di dalamnya bisa dimasukan perputaran uang senilai Rp. 1.600 triliun.

"Yaitu Rp 1.200 triliun dari belanja pemerintah dan Rp 400 triliun belanja dari BUMN. Itu sama dengan 105 miliar dolar (Amerika Serikat)," kata Luhut.

Lewat E-Katalog KPK tidak perlu susah-susah lagi megawasi dugaan tindak pidana korupsi. Kata dia, KPK hanya perlu mengawasi segala aktivitas perputaran uang di dalamnya.

"Jadi kita tidak usah nyari mana, macam korupsi, yaitu salah satu tempat korupsi. Jadi sarangnya targetin. Jadi kalau ini kita bereskan keluar itu pasti makin baik," ujarnya.

Luhut menambahkan, digitalisasi menjadi salah satu dari empat pilar penting. Baginya, jika semua sudah terdigitalisasi, tidak ada lagi yang perlu di khawatirkan.

"Saya bicara di live Bloomberg, saya jelaskan mengenai Indonesia. Saya bilang ada 4 pilar kami, satu itu efisiensi. Efisiensi apa? Digitalisasi. Yang kedua hilirisasi. Yang ketiga dana desa. Itu saya jelaskan pada mereka tentu harga komoditi," kata dia.

"Tapi dua pertama tadi itu kunci. Jadi kalau kita mau bekerja dengan  hati, kita enggak mau maling saja masih bisa ya," sambungnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI